Jumat, 22 Juni 2012

Andai saja

Besok dia akan pergi. Pergi untuk tak berjumpa kembali, denganku apalagi. Dia yang sudah tiga tahun kukenal. Dari biasa menjadi tak biasa. Kepalang aku dibuatnya. Senyumnya, tawanya, geraknya. Sama sepertiku, sepertinya dia menyembunyikan perasaannya kurasa, bisa sekali dia. Kenangan itu seperti baru kemarin rasanya. Aku bercakap, bercanda, kita saling tertarik memikat. Andaikan memang seperti itu, karena aku sendiri sedang berandai. 

Dia seseorang yatim-piatu, pamannya menitipkan dia di panti asuhan ini. Dia gadis biasa, sama seperti gadis lain yang aku kenal. Namun entah kenapa, aku dibuat tidak bisa bersikap adil karenanya. Entah kapan, pandangan ku melihat dia berbeda ketika melihat gadis lain. Suatu ketika, dia sangat cantik. Dia menghibur temannya dengan kekurangannya. Dia tersenyum manis menertawai dirinya sendiri. Dia senang, senang melihat temannya tertawa. Ah, cantik sekali dia. Murungnya, merupakan hal yang termanis yang pernah kulihat. Manis ditengah kemirisan, melihatnya dan melihat diriku. Aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya. Hanya diam dan berandai. Andai saja aku bisa membuatnya selalu tertawa karena kehadiranku.

Kemudian aku berfikir, aku tak bisa selalu begini. Aku harus bergerak, minimal membuktikan hasratku padanya. Malam ini aku ajak dia bercakap, bercakap mengenai segala hal tentangnya. Aku harus membuat dia bersemangat. Sebab kulihat, murungnya kembali nampak. Dia sadar, dia akan meninggalkan tempat dan kenanganan ini. Mungkin selamanya. Aku ingin membuatnya tersenyum manis. Tertawa keras, sampai gemetar. Lalu tertidur pulas. Pagi menjelang, akan kuketuk perlahan pintu kamarnya. Menyambutnya dengan senyum, merapihkan barangnya. Aku ingin menghibur dia seharian, aku ingin meyakinkan bahwa ini hari terbaik untuknya. Kebetulan hari ini ada drama bagus ditelevisi. Sudah aku beritahu pada anak-anak lain. Aku memohon untuk sehari ini saja menguasai televisi. Aku sangat ingin berbuat sesuatu untuknya. Drama di televisi akan membuatnya terhibur. Belum lagi diiringi dengan tawa canda kami berdua. Senang sekali rasanya. 

Aku tidak ingin menyesal. Semua itu kulakukan, juga agar dia tahu. Aku tertarik padanya, aku ingin menanyakan, akankah kita masih bisa bertemu dan bercakap lagi suatu saat. Aku yakin jawabannya akan mengiyakan, dengan senyum yang terpampang dari wajahnya. Dia akan pergi dengan tenang, dengan janjinya dan janjiku. Sangat indah, jika momentum itu terjadi. Ya sangat indah, andai saja aku melakukannya dua hari yang lalu. Pasti aku masih bisa melihat senyumnya kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar