Besok dia akan pergi. Pergi untuk tak berjumpa kembali, denganku
apalagi. Dia yang sudah tiga tahun kukenal. Dari biasa menjadi tak biasa. Kepalang
aku dibuatnya. Senyumnya, tawanya, geraknya. Sama sepertiku, sepertinya dia menyembunyikan
perasaannya kurasa, bisa sekali dia. Kenangan itu seperti baru kemarin rasanya.
Aku bercakap, bercanda, kita saling tertarik memikat. Andaikan memang seperti
itu, karena aku sendiri sedang berandai.
Dia seseorang yatim-piatu, pamannya
menitipkan dia di panti asuhan ini. Dia gadis biasa, sama seperti gadis lain
yang aku kenal. Namun entah kenapa, aku dibuat tidak bisa bersikap adil
karenanya. Entah kapan, pandangan ku melihat dia berbeda ketika melihat gadis
lain. Suatu ketika, dia sangat cantik. Dia menghibur temannya dengan
kekurangannya. Dia tersenyum manis menertawai dirinya sendiri. Dia senang,
senang melihat temannya tertawa. Ah, cantik sekali dia. Murungnya, merupakan
hal yang termanis yang pernah kulihat. Manis ditengah kemirisan, melihatnya dan
melihat diriku. Aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya. Hanya diam dan berandai.
Andai saja aku bisa membuatnya selalu tertawa karena kehadiranku.
Kemudian aku berfikir,
aku tak bisa selalu begini. Aku harus bergerak, minimal membuktikan hasratku
padanya. Malam ini aku ajak dia bercakap, bercakap mengenai segala hal
tentangnya. Aku harus membuat dia bersemangat. Sebab kulihat, murungnya kembali
nampak. Dia sadar, dia akan meninggalkan tempat dan kenanganan ini. Mungkin selamanya.
Aku ingin membuatnya tersenyum manis. Tertawa keras, sampai gemetar. Lalu tertidur
pulas. Pagi menjelang, akan kuketuk perlahan pintu kamarnya. Menyambutnya dengan
senyum, merapihkan barangnya. Aku ingin menghibur dia seharian, aku ingin
meyakinkan bahwa ini hari terbaik untuknya. Kebetulan hari ini ada drama bagus
ditelevisi. Sudah aku beritahu pada anak-anak lain. Aku memohon untuk sehari
ini saja menguasai televisi. Aku sangat ingin berbuat sesuatu untuknya. Drama di
televisi akan membuatnya terhibur. Belum lagi diiringi dengan tawa canda kami
berdua. Senang sekali rasanya.
Aku tidak ingin menyesal. Semua itu kulakukan, juga agar dia tahu. Aku tertarik
padanya, aku ingin menanyakan, akankah kita masih bisa bertemu dan bercakap lagi suatu saat. Aku yakin
jawabannya akan mengiyakan, dengan senyum yang terpampang dari wajahnya. Dia akan
pergi dengan tenang, dengan janjinya dan janjiku. Sangat indah, jika momentum
itu terjadi. Ya sangat indah, andai saja aku melakukannya dua hari yang lalu. Pasti
aku masih bisa melihat senyumnya kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar